Micromanagement: Pengertian, Efek Negatif & Cara Mengatasi

Micromanagement

Apa yang dimaksud dengan micromanagement? Apakah micromanagement memiliki dampak negatif jika diterapkan di perusahaan? Temukan jawabannya di artikel ini!

Apakah Anda pernah mendengar istilah micromanagement? Micromanagement merupakan gaya kepemimpinan yang ditandai dengan adanya pengawasan dan pengarahan yang berlebihan dari atasan.

Seringkali micromanagement memiliki efek samping atau dampak negatif bagi karyawan. Untuk lebih jelasnya, mari simak ulasan tentang micromanagement pada artikel di bawah ini!

 

Pengertian Micromanagement

Micromanagement adalah cara yang digunakan seorang manajer dalam memimpin tim dengan melakukan perhatian, pengawasan, dan pengendalian terhadap pekerjaan karyawannya secara berlebihan. Biasanya, manajer yang melakukan micromanagement akan terlibat langsung terhadap pekerjaan orang lain. 

Menurut Executive Director MDI TACK Training Internastional, Ferry Atmadi, micro-managing boss adalah tipe atasan yang cenderung mengontrol dan ikut campur secara rinci pekerjaan dari karyawannya.

Hal-hal yang seharusnya dapat didelegasikan dan dipercayakan kepada para staf, justru tetap ia pantau dan campuri. Jika hal ini terus berlanjut, akan membuat bawahan menjadi tertekan dan menghalangi mereka untuk berkembang secara profesional.

Terbukti dari hasil survei di Amerika Serikat terhadap para pekerja yang menghasilkan bahwa micromanagement lebih banyak membawa dampak negatif, salah satunya adalah menurunkan produktivitas karyawan sebanyak 55 persen.

micromanagement

Ilustrasi micro-managing boss (Sumber: swipetrack.com)

 

Hands On vs Micro Managing

Seorang atasan yang baik tentunya harus menguasai tiap detail masalah (hands on). Namun, penting untuk kita membedakan antara atasan yang memang mengerti detail masalah dengan seorang micro managing boss.

Perbedaan keduanya akan terlihat pada saat pendelegasian tugas. Menurut Ferry Atmadi, hands on boss bisa menguasai persoalan namun ia tetap dapat membatasi campur tangannya setelah pendelegasian. Sebaliknya, micro-managing boss akan memerhatikan detail dengan sangat ekstrem.

Seorang atasan yang baik akan menetapkan tujuan sekaligus memastikan bahwa karyawannya paham akan hasil yang diinginkan dengan cara memeriksa progres yang dibuat oleh karyawannya secara berkala. Jika timbul masalah, ia akan memberi solusi yang diperlukan sebelum terlambat.

Nah, seorang micromanager memiliki kesulitan dalam mendelegasikan tugas. Ia akan ikut membenamkan dirinya dengan mengawasi tiap proyek dan terus mengoreksi hal kecil, hingga melupakan masalah besarnya. Ia juga tidak segan-segan untuk mengambil alih pekerjaan jika ada sesuatu yang salah, tanpa memedulikan bawahannya.

 

Penyebab Micromanagement

Micromanagement tidak muncul begitu saja. Di balik gaya kepemimpinan yang terlalu mengontrol ini, ada berbagai faktor psikologis dan struktural yang mendorong seorang atasan untuk terus-menerus memantau, mengarahkan, dan bahkan ikut campur dalam hal-hal kecil. Berikut ini adalah beberapa penyebab umum mengapa micromanagement terjadi di tempat kerja.

Kurangnya Rasa Percaya kepada Tim

Micromanagement sering kali berakar dari ketidakpercayaan. Seorang manajer mungkin merasa bahwa anggota timnya tidak cukup kompeten, tidak memahami standar kerja yang diharapkan, atau tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik tanpa pengawasan ketat. Karena rasa tidak percaya ini, sang manajer merasa perlu memeriksa setiap detail pekerjaan dan memastikan semuanya berjalan sesuai kehendaknya. Akibatnya, ruang gerak karyawan pun menyempit.

 

Ketakutan Akan Kegagalan atau Kehilangan Kontrol

Beberapa pemimpin merasa bahwa satu-satunya cara untuk memastikan kesuksesan adalah dengan mengendalikan segalanya. Mereka sangat takut bila sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, karena itu mereka merasa perlu “mengendalikan semua variabel”.

Dalam benak mereka, kehilangan kendali = kehilangan hasil. Padahal, kenyataannya justru sebaliknya: semakin dikontrol secara berlebihan, semakin besar kemungkinan karyawan kehilangan inisiatif dan produktivitas menurun.

 

Pengalaman Buruk di Masa Lalu

Seorang manajer yang pernah mengalami kegagalan akibat memberi terlalu banyak kepercayaan bisa berubah menjadi micromanager. Pengalaman negatif tersebut membentuk mindset bahwa “lebih baik aku awasi semuanya” daripada membiarkan tim mengambil keputusan sendiri. Meskipun niatnya adalah untuk mencegah kesalahan yang sama terulang, pendekatan ini justru menimbulkan masalah baru: kepercayaan yang tidak tumbuh.

 

Budaya Kerja yang Menilai Kontrol Sebagai Kinerja

Di beberapa perusahaan, gaya kepemimpinan yang dominan, tegas, dan “selalu hadir” justru dianggap sebagai bentuk kinerja yang baik. Akibatnya, manajer merasa harus selalu terlihat sibuk, terlibat dalam segala hal, dan tidak bisa lepas dari detail teknis. Tanpa sadar, budaya ini mendorong gaya micromanagement dan menjadikannya standar, bukan pengecualian.

 

Kurangnya Kemampuan Mendelegasikan Tugas

Tidak semua manajer dibekali kemampuan untuk mendelegasikan secara efektif. Mendelegasikan bukan sekadar membagi tugas, tapi juga soal memberi tanggung jawab, kepercayaan, dan ruang untuk belajar. Seorang manajer yang tidak tahu cara atau takut untuk mendelegasikan, akan cenderung mengambil alih semua pekerjaan penting, hingga akhirnya sibuk mengatur hal-hal kecil yang seharusnya bisa ditangani oleh tim.

 

Ego atau Kebutuhan untuk Merasa Dibutuhkan

Ada juga sisi psikologis yang lebih dalam: beberapa pemimpin merasa bahwa mereka harus selalu dibutuhkan agar merasa penting. Mereka takut terlihat “tidak berguna” jika timnya bisa berjalan sendiri tanpa arahan terus-menerus. Karena itu, mereka terus masuk ke dalam setiap proses, bahkan yang sebetulnya tidak perlu, demi mempertahankan peran sebagai pusat kendali.

 

Efek Negatif Micromanagement

1. Menurunkan potensi karyawan

micromanagement dapat menurunkan potensi karyawan

Micromanagement dapat menurunkan potensi karyawan (Sumber: tlnt.com)

Seorang micromanager biasanya akan cenderung menutup diri dari masukan orang lain, terutama dari bawahannya. Ia juga jarang melibatkan karyawannya dalam pengambilan keputusan.

Hal ini akan membuat karyawan sulit menunjukkan potensinya untuk berkembang. Bahkan mereka akan takut untuk melakukan inisiatif, karena atasan tidak membebaskannya.

Jika Anda berada pada situasi seperti ini, sebaiknya pertimbangkanlah untuk mulai mencari perusahaan baru. Jangan bertahan di lingkungan kerja yang menghambat potensi karyawan.

 

2. Menghambat kesuksesan perusahaan

Pemimpin yang micromanaging cenderung bersifat perfeksionis dan hanya percaya pada dirinya sendiri. Padahal nyatanya, sempurna menurut dia belum tentu adalah yang terbaik untuk perusahaan. Justru besar kemungkinannya karyawan mempunyai ide atau inovasi yang dapat memajukan perusahaan.

 

3. Meningkatkan stres saat bekerja

micromanagement dapat meningkatkan stres

Micromanagement dapat meningkatkan stres (Sumber: kompas.com)

Bekerja dengan atasan yang micromanaging akan menimbulkan stres pada karyawan. Bawahan tidak diberikan kebebasan untuk menyampaikan ide dan pemikirannya.

Selain itu, mereka juga akan merasa dikendalikan sehingga merasa terkekang dan pada akhirnya meningkatkan stres serta penurunan produktivitas.

Pada dasarnya, seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan sekadar berdiri di samping bawahan, sambil mengontrol dan mengawasi tanpa henti.

Hal ini juga dapat meningkatkan stres tidak hanya pada bawahan tetapi juga atasan tersebut.

Baca Juga: Pentingnya Reward bagi Motivasi Kerja Karyawan

 

Cara Mengatasi Micromanagement

Sesuai yang telah Anda baca sebelumnya, micromanagement tidak akan efektif untuk pengembangan tim. Nah, jika Anda adalah pemimpin yang melakukan micromanaging, cara terbaik yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi micromanagement di tempat kerja adalah dengan berbicara kepada tim dan minta umpan balik yang positif dari mereka.

Langkah pertama dapat Anda mulai dengan cara belajar memberikan delegasi kepada anggota tim yang potensial.

cara mengatasi micromanagement

(Sumber: livehappy.com)

Jika Anda adalah seorang bawahan yang mempunyai micro managing boss, Anda dapat membantu atasan dengan cara memintanya mendelegasikan tugas kepada Anda dan memberikan sebanyak mungkin informasi yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.

Selain itu, mulailah ikut serta dalam proyek lain yang Anda yakin dengan kemampuan serta kapasitas Anda dalam mengerjakannya. Hal ini akan meningkatkan kepercayaannya dan memperbaiki kemampuan delegasi mereka. Jangan lupa untuk memberikan progress report secara berkala tanpa harus diminta terlebih dahulu.

Baca Juga: Cara Membangun Self-management Skill untuk Mengembangkan Karakter

Micromanagement akan membatasi kemampuan bawahan untuk berkembang, dan juga membatasi tim untuk mencapai tujuan. Micromanagement tidak hanya memberikan dampak negatif pada karyawan saja, tetapi juga atasan dengan sikap tersebut.

Atasan akan selalu merasa memiliki banyak pekerjaan, berpikiran bahwa bawahannya tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan baik, yang akhirnya membuat atasan berperilaku kurang menghargai bawahannya. Anda tentu tidak ingin hal ini terjadi bukan? So, perbaiki gaya kepemimpinan Anda mulai dari sekarang ya! 

Tertarik untuk memeroleh inspirasi lainnya yang mendukung dunia karier Anda? Segera unduh aplikasi ruangkerja dengan mengklik gambar di bawah ini. 

RuangKerja

Artikel pertama kali dipublikasikan pada 2 Juli 2018, kemudian diperbarui pada 4 Maret 2024.

Shabrina Alfari