Model Evaluasi Kirkpatrick untuk Maksimalkan Hasil Pelatihan

Kirkpatrick Evaluation

Ketrampilan dan kompetensi karyawan dapat diasah melalui pelatihan. Tetapi untuk bisa mencapai objektifnya dengan baik, setiap pelatihan haruslah terevaluasi. Mari kita lihat salah satu konsep evaluasi pelatihan yang populer: Model evaluasi Kirkpatrick.

Melakukan evaluasi merupakan langkah yang ditempuh untuk menciptakan lingkungan kerja lebih baik. Evaluasi dibarengi dengan pelatihan (training programs) jadi cara yang kerap diambil tim learning and development (L&D) perusahaan. Mereka menginginkan perbaikan bagi karyawan maupun organisasi.

Keterampilan dan kompetensi karyawan dapat diasah melalui pelatihan. Dari pelatihan tentunya membutuhkan evaluasi. Model evaluasi yang seperti apa yang kiranya bisa diterapkan pada pelatihan yang diberikan agar maksimal? Salah satu konsep evaluasi pelatihan yang populer adalah model evaluasi Kirkpatrick.

 

Apa itu Model Kirkpatrick?

Kirkpatrick model of training evaluation merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Dr. Donald Kirkpatrick pada tahun 1959 dan terus digunakan secara luas hingga kini. Konsep tersebut awalnya merupakan subjek penelitian dari disertasinya untuk meraih gelar doktor. Penelitian dilakukan pada tahun 1954 dan hingga kini dijadikan salah satu acuan untuk evaluasi pelatihan.  

Model ini menawarkan kerangka kerja yang sistematis dalam mengevaluasi efektivitas pelatihan dengan membagi proses evaluasi ke dalam empat level yang dikenal sebagai Kirkpatrick 4 levels of training evaluation. Keempat Kirkpatrick level tersebut adalah Reaction, Learning, Behavior, dan Results.

 

Empat Level Evaluasi

Adapun keempat level tersebut dijabarkan sebagai berikut:

01. Reaksi (Reaction)

Reaksi menjadi tahap awal dalam konsep evaluasi Kirkpatrick. Pada level ini perusahaan melalui tim learning and development (L&D) meminta pendapat dari berbagai pihak terkait pengalaman belajar setelah mengikuti pelatihan atau kursus. Pertanyaan tersebut mengerucut pada kepuasan peserta pelatihan. Apakah peserta merasa pelatihan relevan dengan tugas sehari-hari?

Perusahaan menggunakan masukan atau umpan balik untuk bahan evaluasi pelatihan. Reaksi dari peserta ini diharapkan mampu meningkatkan potensi perbaikan di masa depan. Pelatihan diharapkan menjadi titik balik untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi individu dalam organisasi atau perusahaan.

Umpan balik yang didapatkan perusahaan bukan sekadar materi, reaksi melingkupi penilaian instruktur, topik pembahasan, presentasi, hingga lokasi pelatihan. Penilaian dengan bahasan yang luas terkait reaksi peserta akan menjadi bahan evaluasi untuk mengadakan pelatihan yang lebih baik lagi.

 

02. Pembelajaran (Learning)

Masuk pada level 2, konsep evaluasi Kirkpatrick selanjutnya adalah pembelajaran. Dalam level ini evaluasi mengedepankan pada tingkat pengetahuan peserta terhadap materi yang disampaikan. Apakah materi yang disampaikan bisa diterima peserta dengan baik? Cara penyampaian sudah ideal?

Instruktur pelatihan akan menentukan tujuan dari sebuah pelatihan yang kemudian akan dituangkan dalam pretest dan post test. Ujian diberikan kepada peserta pelatihan sebelum dan sesudah mendapat materi. Tentu instruktur akan menetapkan standar penilaian dari masing-masing ujian.

Baca Juga: Kenali Pelatihan Online Synchronous dan Asynchronous learning, Serupa Tapi Tak Sama

 

03. Perilaku (Behaviour)

Konsep evaluasi Kirkpatrick yang dilakukan setelah level 2 mengukur perubahan sikap dan perilaku pada peserta pelatihan. Perubahan perilaku diukur menggunakan dasar pelatihan dan keterampilan yang selaras dalam peningkatan performa di pekerjaan. 

Perubahan perilaku ini sifatnya bisa subjektif, mengingat faktor perubahan bisa muncul secara subjektif dari dalam diri peserta masing-masing. Misalnya peserta tidak memiliki keinginan untuk berubah. Evaluasi Level 3 dilakukan dengan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan.

 

04. Output/Hasil (Result)

Level 4 dalam konsep evaluasi Kirkpatrick menekankan pada hasil nyata pelatihan, misalnya apakah program training mampu memberikan dampak terhadap penurunan biaya, peningkatan produktivitas dalam pekerjaan, peningkatan kualitas dan efisiensi karyawan.

Output atau hasil ini nantinya menentukan pengembalian investasi atau return on investment (ROI). Perusahaan akan menilai apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan hasil yang diperoleh. Evaluasi tahap 4 membutuhkan pengukuran tujuan pelatihan sebelum dan sesudah kegiatan.

pexels-pavel-danilyuk-8424452

Sumber: Pavel Danilyuk/Pexels

 

Berangkat Dari Hasil Akhir

Dalam dunia bisnis maupun perusahaan, efektivitas pelatihan tidak bisa diukur dengan pasti. Dampak dari pelatihan cukup memakan waktu dan tidak relevan harus ditekankan pada dampak pelatihan yang berkaitan dengan tujuan bisnis. Hal tersebut senada dengan level 4 dalam model evaluasi Kirkpatrick, yakni result.

Banyak perusahaan enggan untuk membuat pelatihan bagi karyawan karena berbagai alasan, salah satunya soal anggaran ataupun merasa kurang efektif dari segi waktu. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian dari laporan Bersin di mana hanya ada 5% organisasi yang mengembangkan pelatihan berbasis data untuk karyawan. Sementara 59% perusahaan mengalami kesulitan menghubungkan pelatihan dengan tujuan bisnis.

Tak perlu bingung, Anda bisa mendaftarkan karyawan maupun diri Anda untuk mengikuti pelatihan dengan evaluasi terukur melalui RuangKerja. Ada banyak pelatihan yang tersedia untuk mengembangkan kapasitas individu maupun organisasi.

[IDN] CTA Tengah 2 Blog Ruangkerja Pelatihan Efektif RGFB

Berkaca dari evaluasi Kirkpatrick, evaluasi hasil belajar dimulai dengan melihat reaksi dari para karyawan, materi pembelajaran, perubahan perilaku, hingga hasil belajar di akhir. Padahal kebanyakan perusahaan ingin meletakkan tujuan utama pada hasil yang akan memberikan dampak bagi perusahaan atau bisnisnya.

Dengan kata lain, metode evaluasi Kirkpatrick pun dibalik, tim learning and development (L&D) mengembangkan pelatihan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Selanjutnya baru menentukan pelatihan apa yang kiranya cocok dan memuaskan bagi perusahaan dan karyawan.

Pada tahun 2011, Kirkpatrick Partners yang berbasis di Atlanta melakukan modifikasi terkait model evaluasi Kirkpatrick agar lebih mudah untuk mengukur pengembalian atas ekspektasi atau the return on expectations (ROE) pemangku kepentingan.

Kirkpatrick Partners berpendapat bahwa ROE adalah “indikator nilai tertinggi.” Sementara ROI dan ROE adalah metode umum yang digunakan untuk mengevaluasi dan membenarkan pelatihan, banyak organisasi pelatihan masih berjuang dengan empat tingkat, terutama mengukur tingkat tiga dan empat.

 

Strategi dalam Menerapkan Model Kirkpatrick 

Dalam menerapkan keempat level evaluasi ini, banyak praktisi menyarankan untuk memulainya dari hasil yang ingin dicapai terlebih dahulu (Level 4), lalu menyusun desain pelatihan dan strategi evaluasi mundur ke Level 1. Pendekatan ini membuat pelatihan menjadi lebih terarah dan fokus terhadap kebutuhan bisnis.

Penggunaan teknologi seperti Learning Management System (LMS), Learning Experience Platform (LXP), CRM, HRMS, dan Slack juga sangat membantu dalam proses ini. Melalui dukungan data dan analitik real-time, perusahaan dapat memantau perkembangan peserta, mengukur efektivitas materi, dan mengambil keputusan berbasis data secara lebih akurat.

Selain itu, kerja sama lintas tim sangat dibutuhkan agar evaluasi berjalan maksimal. Tim L&D perlu bekerja sama dengan manajer lini dan pemilik bisnis untuk memastikan pengumpulan data yang relevan, serta mendukung penerapan perubahan perilaku di tempat kerja.

Baca Juga: Analisis SWOT Perusahaan:Mencari Potensi & Keunggulan Bisnis

 

Contoh Kasus Penerapan Model Kirkpatrick di Perusahaan Indonesia

Untuk memberikan gambaran, berikut contoh penerapan model evaluasi Kirkpatrick dalam konteks perusahaan retail nasional di Indonesia. Perusahaan retail meluncurkan program pelatihan untuk staf kasir di seluruh cabangnya dengan tujuan utama menurunkan waktu antrian pelanggan. Pelatihan ini difokuskan pada peningkatan keterampilan penggunaan mesin kasir, komunikasi pelanggan, dan manajemen antrian.

Setelah pelatihan berlangsung, perusahaan mengukur reaksi (level 1) peserta dengan survei singkat melalui aplikasi internal. Mayoritas peserta menyatakan bahwa materi pelatihan sangat relevan dan mudah diikuti. 

Lalu, pada pelatihan (level 2), perusahaan menggunakan pre-test dan post-test seputar penggunaan mesin dan simulasi layanan pelanggan untuk mengukur peningkatan pengetahuan. Hasilnya menunjukkan peningkatan skor rata-rata sebesar 25%.

Tiga minggu setelah pelatihan, supervisor cabang melakukan observasi langsung di lapangan untuk menilai level 3 (Perilaku). Mereka menemukan bahwa staf mulai menerapkan teknik pelayanan baru, seperti menyapa pelanggan secara proaktif dan mengoptimalkan penggunaan fitur mesin kasir. Hal ini adalah indikasi dari perubahan perilaku yang positif. 

Akhirnya, dari sisi hasil (level 4), data menunjukkan bahwa waktu rata-rata antrian berkurang 30% dan skor kepuasan pelanggan meningkat signifikan dalam dua bulan pertama setelah pelatihan.

Studi kasus ini menunjukkan bahwa dengan desain pelatihan yang terencana dan evaluasi berdasarkan Model Kirkpatrick, pelatihan bisa memberikan dampak positif pada operasional bisnis.

Ruangkerja menyediakan fitur-fitur yang dapat mendukung suksesnya pengembangan blended learning untuk pelatihan di perusahaan Anda. Karena ruangkerja dilengkapi dengan fitur-fitur sebagai berikut:

  1. Rewards point, peserta dapat memperoleh poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah sesuai keinginan perusahaan.
  2. Leaderboardsmemicu peserta untuk menyelesaikan pelatihan dengan skor tinggi.
  3. Collaboration, setiap peserta dapat berkolaborasi dengan peserta lainnya melalui forum diskusi.

Berbagai perusahaan telah bergabung dengan ruangkerja, kini giliran Anda!

[IDN] CTA Tengah 2 Blog Ruangkerja Pelatihan Efektif RGFB

Sumber:

Kirkpatrick, Donald L,et. all. The Kirkpatrick Model [online]. Link:https://trainingindustry.com/wiki/measurement-and-analytics/the-kirkpatrick-model/ (Accessed: 2 September 2021).

Prakash, Arun. 2017. Flipped Kirkpatrick: Designing Learning Journeys for Business Impact [online]. Link: https://trainingindustry.com/magazine/issue/flipped-kirkpatrick-designing-learning-journeys-for-business-impact/ (Accessed: 2 September 2021).

Kirkpatrick, Donald. Kirkpatrick’s Learning Evaluation Model [online]. Link:https://trainingindustry.com/glossary/kirkpatricks-learning-evaluation-model/ (Accessed: 2 September 2021).

Vindiasari Yunizha